Nama : NeniAjengArnita
Nim : 201310110311081
Kelas : B
Tugas : 14
HUKUM ISLAM
Pengertian Hukum Islam (Syari’at Islam)
Hukum syara’ menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab) syari’ yang
bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang bersangkutan dengan
perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih atau
berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek
yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan seperti wajib, haram dan mubah.
Syariat menurut bahasa berarti jalan. Syariat menurut istilah berarti
hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umatNya yang dibawa oleh seorang
Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun
hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah.[1]
Sumber hukum islam[2]
Hukum Islam lahir di masa kekhalifaan Nabi Muhammad SAW. Di dalam hukum
Islam, ada beberapa sumber yaitu :
a Alqur’an
Alqur’an merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada nabi Muhammad sebagai pedoman seluruh umat manusia. Di dalam kitab
alquran dijelaskan perintah dan larangan. Alquran membahas garis-garis besar
tentang hukum dan memiliki bahasa yang rumit sehingga butuh penafsiran dalam
implementasi di dalam kehidupan. Nilai-nilai di dalam alquran bersifat absolut
karena turun langsung dari Allah SWT.
b. Sunnah/Hadist
Sunnah merupakan perbuatan dan perkataan yag dicontohkan oleh nabi
Muhammad SAW atas perintah yang Allah SWT berikan. Di dalam keberlakuannya,
hadist dan sunnah memiliki kekuatan keberlakuan yaitu shahih, hasan dan dhaif.
Kekuatan ini tergantung oleh para perawi atau yang meriwayatkan hadist.
c. Ijtihad
Ijtihad merupakan salah satu sumber hukum Islam yang banyak berkembang
pada masa sekarang ini melihat perkembangan zaman yang semakin dinamis. Tujuan
ijtihad adalah agar hukum Islam dapat terus hidup di dalam perkembangan manusia
serta tidak mengalami stagnan atau kevakuman. Ijtihad adalah suatu akal pikiran
manusia yang memenuhi syarat untuk berusaha, berikhtiar dengan seluruh kemampuan
yang ada padanya memahami kaidah hukum yang fundamental yang terdapat dalam
alquran. Dalam hal ini adalah para alim ulama.
d. Qiyas
qiyas merupakan sumber yang tidak ada dalil nash nya dalam
Al-Quran ataupun hadits dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa dengan
sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut. Untuk melakukan qiyas,
dilakukan dengan pendalaman dan pemahaman Al-quran, hadits dan tentang perkara
yang akan diqiyaskan tersebut. Dan tidak semua orang diperbolehkan melakukan
qiyas terhadapsuatu perkara karena berhubungan dengan terciptanya hukum islam
mengenai suatu perkara.
Asas-asas Hukum Islam[3]
Asas berasal
dari bahasa Arab (Asasun) yang artinya dasar, basis, pondasi. Jika dihubungkan
dengan hukum maka asas adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan
berfikir dan alasan pendapat, terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.
1. Asas-asas umum
a. Asas keadilan
Dalam Surat Shad (38) ayat 26 Allah memerintahkan penguasa, penegak
hukum sebagai khlaifah di bumi untuk menyelenggarakan hukum sebaik-baiknya,
berlaku adil terhadap semua manusia tanpa memandang asal-usul, kedudukan, agama
dari si pencari keadilan itu.
b. Asas kepastian hukum
Artinya tidak ada suatu perbuatan pun dapat dihukum kecuali atas
kekuatan peraturan-perundang-undangan yang ada dan berlaku pada waktu itu.
c. Asas kemanfaatan
Asas ini merupakan asas yang mengiringi asas keadilan dan kepastian
hukum dimana dalam melaksanakan kedua asas tersebut seyogyanya dipertimbangkan
asas kemanfaatan baik bagi yang bersangkutan maupun bagi masyarakat.
2. Asas dalam lapangan hukum pidana
a. Asas legalitas
Artinya tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum ada
undang-undang yang mengaturnya.
b. Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain
Ini berarti bahwa tidak boleh sekali-kali beban (dosa) seseorang
dijadikan beban (dosa) orang lain. Orang tidak dapat dimintai memikul tanggung
jawab terhadap kejahatan atau kesalahan yang dilakukan orang lain. Karena
pertangungjawaban pidana itu induvidual sifatnya maka tidak dapat dipindahkan
kepada orang lain.
c. Asas praduga tak bersalah
c. Asas praduga tak bersalah
Seseorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak
bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang menyakinkan menyatakan dengan
tegas kesalahannya itu.
3. Asas dalam lapangan hukum perdata
a. Asas kebolehan (mubah)
asas ini menunjukkan kebolehan melakukan semua hubungan perdata
sepanjang hubungan itu tidak dilarang oleh Qur’an dan Sunnah. Islam memberikan
kesempatan luas kepada yang berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam
hubungan perdata (baru) sesuai dengan perkembangan jaman dan kebutuhan
masyarakat.
b. Asas kemaslahatan hidup
b. Asas kemaslahatan hidup
Asas ini mengandung makna bahwa hubungan perdata apa pun juga dapat
dilakukan asal hubungan itu mendatangkan kebaikan , berguna serta berfaedah
bagi kehidupan manusia pribadi dan masyarakat kendatipun tidak ada ketentuannya
dalam Qur’an dan Sunnah.
c. Asas kebebasan dan kesukarelaan
Asas ini mengandung makna bahwa setiap hubungan perdata harus dilakukan
secara bebas dan sukarela. Kebebasan kehendak kedua belah pihak melahirkan
kesukarelaan dalam persetujuan harus senantiasa diperhatikan.
d. Asas menolak mudharat dan mengambil manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa harus dihindari segala bentuk hubungan
perdata yang mendatangkan kerugian dan mengembangkan yang bermanfaat bagi diri
sendiri dan masyarakat.
e. Asas kebajikan
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap hubungan perdata itu harus
mendatangkan kebajikan (kebaikan) kepada kedua belah pihak dan fihak ketiga
dalam masyarakat.
f. Asas kekeluargaan atau asas kebersamaan yang sederajat
Asas hubungan perdata yang disandarkan pada rasa hormat menghormati ,
kasih mengasihi serta tolong menolong dalam mencapai tujuan bersama.
g. Asas adil dan berimbang
Asas ini mengandung makna bahwa hubungan keperdataan tidak boleh
mengandung unsur penipuan, penindasan, pengambilan kesempatan pada waktu pihak
lain sedang kesempitan.
h. Asas mendahulukan kewajiban dari hak
h. Asas mendahulukan kewajiban dari hak
Para pihak harus mengutamakan penunaian kewajiban lebih dahulu dari
pada menuntut hak. Asas ini merupakan kondisi hukum yang mendorong terhindarnya
wanprestasi atau ingkar janji.
i. Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain
Para pihak yang mengadakan hubungan perdata tidak boleh merugikan diri
sendiri dan orang lain dalam hubungan perdatanya itu.
j. Asas kemampuan berbuat atau bertindak
Pada dasarnya setiap manusia dapat menjadi subjek dalam hubungan
perdata jika ia memenuhi syarat untuk bertindak mengadakan hubungan itu. Dalam
hukum islam manusia yang dipandang mampu berbuat atau bertindak melakukan
hubungan perdata ialah mereka yang mukallaf, artinya mereka yang mampu memikul
hak dan kewajiban. Penyimpangan terhadap asas ini menyebabkan hubungan
perdatanya batal.
k. Asas kebebasan berusaha
k. Asas kebebasan berusaha
P ada dasarnya setiap orang bebas berusaha untuk menghasilkan sesuatu
yang baik bagi dirinya sendiri dan keluarganya.
l. Asas mendapatkan sesuatu karena usaha dan jasa
Usaha dan jasa disini haruslah usaha dan jasa yang baik yang mengandung
kebajikan, bukan usaha dan jasa yang mengandung unsur kejahatan, keji dan
kotor.
m. Asas perlindungan hak
m. Asas perlindungan hak
Semua hak yang diperoleh seseorang dengan jalan halal dan sah, harus
dilindungi. Bila hak itu dilanggar oleh salah satu pihak dalam hubungan
perdata, fihak yang dirugikan berhak untuk menuntut pengembalian hak itu atau
menuntut kerugian pada pihak yang merugikannya.
n. Asas hak milik berfungsi sosial
Hak milik tidak boleh dipergunakan hanya untuk kepentingan pribadi
pemiliknya saja, tetapi juga harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial.
o. Asas yang beritikad baik harus dilindungi[4]
o. Asas yang beritikad baik harus dilindungi[4]
Orang yang melakukan perbuatan tertentu bertangung jawab atau
menanggung resiko perbuatannya itu. Tetapi jika ada pihak yang melakukan suatu
hubungan perdata tidak mengetahui cacat yang tersembunyi dan mempunyai iktikad
baik dalam hubungan perdata itu kepentingannya harus dilindungi dan berhak
untuk menuntut sesuatu jika ia dirugikan karena iktikad baiknya itu.
p. Asas resiko dibebankan pada harta tidak pada pekerja
Jika perusahaan merugi maka menurut asas ini kerugian itu hanya
dibebankan pada pemilik modal atau harta saja tidak pada pekerjanya. Ini
berarti bahwa pemilik tenaga dijamin haknya untuk mendapatkan upah
sekurang-kurangnya untuk jangka waktu tertentu, setelah ternyata perusahaan
menderita kerugian.
q. Asas mengatur dan memberi petunjuk.
Ketentuan hukum perdata ijbari, bersifat mengatur dan memberi petunjuk
saja kepada orang-orang yang akan memanfaatkannya dalam mengadakan hubungan
perdata. Para pihak bisa memilih ketentuan lain berdasarkan kesukarelaan asal
saja ketentuan itu tidak bertentangan dengan hukum islam.
r. Asas tertulis atau diucapkan di depan saksi.
Ini berarti bahwa hubungan perdata selayaknya dituangkan dalam
perjanjian tertulis di hadapan saksi-saksi.
4. Asas-asas Hukum Perkawinan[5]
a. Kesukarelaan
Asas kesukarelaan merupakan asas yang terpenting dalam perkawinan
Islam, dimana tidak hanya kesukarelaan antara calon suami isteri saja tetapi
kesukarelan dari semua pihak yang terkait.
b. Persetujuan kedua belah pihak
Artinya tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan.
c. Kebebasan memilih
d. Kemitraan suami isteri
Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami isteri dalam beberapa hal
sama, dalam hal lain berbeda.
e. Untuk selama-lamanya
Perkawinan itu dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina
rasa cinta serta kasih saying selam hidup.
f. Monogami terbuka
Dalam Surat an-Nisa ayat 129 dinyatakan bahwa seorang pria muslim
diperbolehkan beristeri lebih dari seorang asal memenuhi syarat-syarat
tertentu.
5. Asas-asas Hukum Kewarisan
a. Asas Ijbari
Peralihan harta dari seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya
berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada
kehendak pewaris atau ahli waris.
b. Bilateral
Artinya seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak yaitu
dari keturunan laki-laki dan perempuan.
c. Asas individual
Harta warisan mesti dibagi kepada masing-masing ahli waris untuk
dimiliki secara perseorangan.
d. Asas keadilan berimbang
d. Asas keadilan berimbang
Harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara
hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus dilaksanakannya.
Sehingga antara laki-laki dan perempuan terdapat hak yang sebanding dengan
kewajiban yang dipikulnya masing-masing dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat.
e. Asas kewarisan akibat kematian
e. Asas kewarisan akibat kematian
Peralihan harta seseorang kepada orang lain yang disebut dengan nama
kewarisan, terjadi setelah orang yang mempunyai harta meninggal dunia.
Hukum waris adalah peraturan hukum yang mengatur status hukum kekayaan
seseorang setelah dia meninggal. Di dalam hukum waris, golongan paling rendah
menghalangi golongan di atasnya untuk mendapatkan harta warisan.
Golongan-golongan tersebut adalah :[6]
1. Golongan : anak
dan istri/suami
2. Golongan II : orang tua
dan saudara
3. Golongan III : kakek dan
nenek dari garis keturunan ibu dan ayah
4. Golongan IV : paman dan
bibi dari garis keturunan ibu dan ayah
Unsur-unsur dalam hukum waris adalah :
1. Pewaris : orang
yang mewariskan
2. Ahli waris : orang
yang akan mendapatkan harta warisan
3. Warisan : benda
yang akan diwariskan
4. Kematian
Dalam hukum perdata BW, pembagian harta warisan antara laki-laki dan
perempuan baik tua maupun muda adalah sama. Dalam UUP waris rumus pembagian
harta warisan adalah :
Di dalam pembagiannya terlebih dahulu melunasi utang atau tunggakan
almarhum baik di dalam perkawinannya (harta bersama yang dikurangi) maupun
urusan pribadinya seperti penguburan dsb (harta bawaan dikurangi)
Anak di luar nikah
Anak di luar kawin adalah anak yang lahir tidak di dalam pernikahan
almarhum. Anak di luar kawin mendapatkan haknya dalam mendapatkan warisan
apabila kedudukannya sebagai anak diakui. Apabila diakui, maka anak di luar
kawin mendapatkan 1/3 harta warisan seandainya dia anak kandung.
Pembagian harta warisan kepada anak di luar nikah lebih didahulukan kemudian
sisa harta warisan dibagikan kepada ahli waris yang lain. Jika anak di luar
nikah mewaris bersama golongan II, maka anak di luar pernikahan mendapatkan ½
harta warisan. Jika anak di luar pernikahan mewaris bersama golongan II dan IV
maka mendapatkan ¾ harta warisan.
Pendirian Ahli Waris
Ahli waris dapat melakukan harta warisan dengan 4 pendirian yaitu:
a. Menerima warisan
b. Menerima secara benefisier, yaitu melakukan
pencatatan dalam menerima warisan jika rugi maka tidak mengambil warisan dan
jika membawa keuntungan maka dia mengambil. Adapaun utang almarhum, maka dia
membayar sesuai warisan yang dia terima saja.
c. Menolak warisan, dianggap tidak ada dan
bagiannya kembali ke gudang warisan.
d. Tidak patut mendapatkan warisan, yaitu :
1. Pembunuh pewaris
2. Mencoba membunuh pewaris dan tanpa maaf
3. Menghalangi pembuatan wasiat/membuat cacatnya surat wasiat
4. Memfitnah pewaris sehingga pewaris diancam pidana di atas 5 tahun
5. Orang yang dekat dengan pewaris di saat-saat kematiannya
Pembagian harta warisan kepada ayah dan ibu serta saudara (golongan II)
Apabila pewaris meninggalkan orang tua dan saudara, maka kedua orang
tua paling sedikit mendapatkan ¼ harta warisan kemudian dibagikan
kepada saudara almarhum.
Contoh :
Si C wafat dengan meninggalkan kedua orang tua dan 3 saudara.
Meninggalkan harta warisan 5 juta rupiah. Maka, kedua orang tua mendapatkan
minimal 1,25 juta rupiah, jadi 2 orang tua 2,5 juta rupiah, kemudian sisanya
adalah 2,5 juta rupiah dan dibagikan kepada 3 orang saudara almarhum.
Pembagian harta warisan golongan III (kakek dan nenek dari garis
keturunan ayah maupun garis keturunan ibu)
Harta warisan dibagi ½ tiap pasangan kakek nenek, apabila salah satu
mempelai dari 1 pasangan meninggal maka diambil oleh mempelai yang masih ada.
Jika kedua mempelai meninggal maka harta warisan jatuh kepada golongan IV
Yang tidak boleh menjadi ahli waris
1. Anak zina : anak yang lahir di dalam pernikahan orang lain
2 Anak sumbang : anak yang lahir dari pasangan yang dilarang oleh
undang-undang
Wasiat
Wasiat adalah harta yang diberikan seorang pewaris dengan proses hitam
di atas putih sebelum kewafatan pewaris. Wasiat dapat mengurangi harta warisan.
Legiti portie adalah bagian mutlak anak yang tidak bisa terlanggar karena
adanya wasiat.
1. Apabila hanya memiliki 1 anak maka legiti portienya adalah ½ harta
bagiannya
2. Apabila memiliki 2 anak maka legiti portienya adalah 2/3 harta
bagiannya
3. Jika memiliki 3 anak atau lebih maka legiti portienya adalah ¾ harta
bagiannya
Contoh :
A menikah dengan B, A memiliki anak di luar nikah yang diakui yaitu C
dan D.[7]
DAFTAR PUSTAKA
Alif Setyaningrum, Asas-asas Hukum Islam,
http://ningrumalif.blogspot.com
Anne Ahira, Hukum Islam, http://www.anneahira.com
Muhammad Riyan, Hukum Waris dalam BW, http://isikepalakachfi.blogspot.com
[1]Mujiburrahman, Pengertian Hukum Islam, http://studihukum.wordpress.com diakses pada 25 November 2013
[3] Alif Setyaningrum, Asas-asas Hukum Islam,
http://ningrumalif.blogspot.com diakses pada 25 November 2013
[5]Ibid.
[6]Muhammad
Riyan, Hukum Waris dalam BW, http://isikepalakachfi.blogspot.comdiakses
pada 25 November 2013
[7]Ibid.
Casinos near Hollywood Casino & Spa - Mapyro
BalasHapusBrowse 14 Casinos 여수 출장마사지 with Mapyro Mapyro 제천 출장안마 Real-time Realtime Reviews and Real-Time 포항 출장샵 Reviews of Casinos Near Hollywood 양주 출장샵 in 당진 출장샵 Las Vegas, NV.