Sabtu, 12 April 2014

HUKUM ACARA PERDATA




Nama          : Neni Ajeng Arnita
Nim            : 201310110311081
Kelas           : B
Tugas          : 16

HUKUM ACARA PERDATA
Pengertian
Hukum Acara perdata merupakan bagian dari hukum perdata dalam arti luas yang terdiri dari  hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material lebih dikenal dengan sebutan “hukum perdata” adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antar perorangan yang satu dengan perorangan yang lain, atau hubungan hukum yang mengatur kepentingan pribadi atau individu.
     Hukum Acara Perdata juga dinamakan Hukum Perdata Formal yang berfungsi mempertahankan dan melaksanakan hukum perdata material apabila dilanggar. Hukum Acara Perdata adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur tata cara seseorang atau badan pribadi  mempertahankan dan melaksanakan hak-haknya di peradilan perdata. Dengan kata lain hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur tata cara bersengketa di peradilan perdata.

Sumber Hukum
a.  Undang-Undang Dasar R.I. Tahun 1945
b.  Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
c.  Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung
d.  Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum
e.  Het Herziene Indonesische Reglement (HIR/RIB) untuk Jawa dan Madura
f.  Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg. atau Reglement) untuk luar Jawa dan   Madura
g.  Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering (Rv. Reglement/Hukum   Acara Perdata) untuk golongan Eropa
h.  Jurisprudensi
i.   Praktek hukum sehari-hari sebagai hukum kebiasaan
j.   Doktrin atau pendapat para ahli hukum.

Asas-Asas Hukum [1]
Asas-Asas Hukum Acara Perdata, antara lain:
a.  hakim bersifat menunggu, artinya dalam proses hukum acara perdata  kehendak atau inisiatif gugatan diserahkan kepada para pihak yang berkepentingan (berperkara). Apabila tidak ada gugatan ke pengadilan, hakim tidak berwenang mengadili. Istilahnya tidak ada gugatan tidak ada hakim (wo kein klager ist, ist kein richter/nemo judex sine actore)
b.  hakim aktif,  artinya sejak awal sampai akhir persidangan hakim harus aktif memberi nasehat dan bantuan kepada para pihak yang berperkara tentang cara memasukkan gugatan (Pasal 119, 195 HIR/Pasal143 Rbg); hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara (Pasal 130 HIR); hakim wajib memberi nasehat kepada para pihak untuk melakukan upaya hukum dan memberikan  keterangan yang diperbolehkan (Pasal 132 HIR). Hakim tetap terikat pada kasus yang diajukan para pihak (secundum allegata iudicare). Beracara menurut Rechtsvordering (Rv), hakim bersifat pasif
c.  sidang bersifat terbuka, artinya pemeriksaan perkara di pengadilan bersifat  terbuka untuk umum (openbaar), setiap orang boleh hadir dalam pemeriksaan perkara di persidangan (Pasal 179 ayat (1) HIR)
d.  persamaan hak di muka hukum (equality before thelaw), artinya semua orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum, hakim harus bertindak adil, karena itu tidak boleh memihak salah satu pihak yang bersengketa
e.  tidak harus diwakilkan, artinya berperkara di pengadilan tidak harus diwakilkan/dikuasakan. Akan  tetapi para pihak dapat juga diwakili oleh kuasanya kalau dikehendaki (Pasal 123 HIR/Pasal 147 Rbg.)
f.   beracara dengan lisan (mondelinge procedure), artinya pemeriksaan perkara di persidangan dilakukan dengan tanya jawab antara hakim dengan para pihak maupun dengan saksi. Selain itu para pihak diperbolehkan menyampaikan dengan surat-surat atau tulisan (Pasal 121 ayat (2) HIR/RIB)
g.  beracara secara langsung, artinya pemeriksaan perkara di persidangan dilakukan secara langsung (onmiddellijk heid van procedure), hakim berhadapan, berbicara, mendengar keterangan  dari para pihak yang berperkara maupun dengan saksi di persidangan. Asas ini  dikenal dengan asas “audi et alteram partem” atau kedua pihak harus didengar
h.  beracara dikenai biaya, artinya  berperkara di pengadilan harus membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4), 182, 183 HIR/Pasal 145 ayat (4), 192-194 Rbg. jo Pasal 5 ayat (2) UUKK)
i.   hakim harus berusaha mendamaikan, artinya  sebelum acara pemeriksaan perkara dimulai, hakim lebih dahulu harus berusaha mendamaikan para pihak yang berperkara (Pasal 130 HIR/ Pasal 154 Rbg. jo Pasal 16 ayat (2) UUKK)
j.   putusan hakim harus disertai alasan-alasan hukum, artinya setiap putusan pengadilan harus disertai alasan-alasan hukum sebagai dasar putusan mengadili (Pasal 184 ayat (1) HIR, Pasal 195 ayat (1) Rbg. jo Pasal 19 ayat (4) UUKK)
k.  hakim terikat pada alat bukti, artinya hanya boleh mengambil keputusan hukum berdasarkan alat-alat bukti yang sah atau yang ditentukan dalam undang-undang.[2]


Pemberian Kuasa (Lastgeving)[3]
Pengertian Kuasa.
     Secara Umum, surat kuasa tunduk pada prinsip hukum yang diatur dalam BAB ke enambelas, buku III KUHPerdata tentang perikatan. Sedangkan aturan khususnya diatur dan tunduk pada ketentuan hukum acara yang digariskan HIR dan RBG. Untuk memahami arti dari pengertian kuasa secara umum dapat dirujuk pada pasal 1792 KUHPerdta yang berbunyi “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”Bertitik tolak dari pasal 1792 KUHPerdata tersebut diatas, dalam perjanjian kuasa terdapat dua pihak terdiri dari :
a.  Pemberi kuasa atau letsgever (Instruction, Mandate)        
b. Penerima kuasa yang diberi perintah atau mandate melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.
Berakhirnya Kuasa[4]
     Berdasarkan pasal 1813 KUHPerdata, hal-hal yang dapat mengakhiri pemberian kuasa adalah sebagai berikut :    
1.  Pemberi kuasa menarik kembaliu secara sepihak.                                                           Ketentuan pencabutan kembali kuasa oleh pemberi kuasa, diatur lebih lanjut dalam pasal 1814 KUHPerdata dengan acuan. : 
a.  Pencabutan tanpa melakuakan persetujuan dari penerima kuasa  
b.  Pencabutan dapat dilakuakan secara tegas dalam bentuk mencabut secara tegas dan tertulis atau meminta kembali surat kuasa dari penerima kuasa.   
c. Pencabutan secara diam-diam berdasarkan pasal 1816 KUHPerdata.      
2. Salah satu puhak meninggal dunia                                                                                             Dengan sendirinya pemberian kuasa berakhir demi hukum.    
3. Penerima kuasa melepas kuasa.                                                                                             Pasal 1817 KUHPerdata member hak secara sepihak kepada kuasa untuk melepas kuasa yang diterimanya dengan syarat :         
a. Hsarus memberitahu kehendak pelepasan itu kepada pemberi kuasa        
b. Pelepasan tidak boleh dilakuakan pada saat yang tidak layak. Ukuran tentang hal ini didasarkan pada perkiraan objektif, apakah pelepasan itu dapat menimbulkan kerugian kepada pemberi kuasa.      

Jenis-Jenis Kuasa.                                                                                                                1. Kuasa Umum (pasal 1795 KUHPerdata)                                                                                    2. Kuasa khusus (pasal 1795 KUHPerdata)                                                                                          3. Kuasa Istimewa (pasal 1796 KUHPerdata)                                                                                                   4. Kuasa perantara (pasal 1792 KUHPerdata dan pasal 62 KUHD) 
Kuasa Menurut Hukum
     Kuasa menurut hukum disebut juga Wettelijke Vertegnwoording atau Legal Mandatory. Maksudnya undang-undang sendiri telah menetapkan seseorang atau suatu badan untuk dengan sendirinya bertindak mewakili. Beberapa kuasa hukum adalah sebagai berikut :
1)  Wali terhadap anak dibawah umur (pasal 51 UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
2) Curator atas orang tidak waras.                                                                                                    3) Orang tua terhadap anak yang belum dewasa (pasal 45 (2) UU No 1 Tahun 1974
4) BPH sebagai curator kepailitan                                                                                                     5) Direksi atau pengurus badan hukum                                                                                                  6) Direksi perusahaan persoroan (persero)                                                                               7) Pimpinan perwakilan perusahaan asing                                                                                                          8) Pimpinan cabang perusahaan domestic.

Perbedaan H.A.Pidana dengan H.A.perdata:
1.  Dasar timbulnya gugatan
Perdata  :    timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran hak yang diatur dalam hukum perdata.
Pidana   :    timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran terhadap perintah atau larangan yang diatur dlm hkm pidana
2. Inisiatif berperkara
Perdata  :    datang dari salah satu pihak yang merasa dirugikan
Pidana   :    datang penguasa negara/pemerintah melalui aparat penegak hukum seperti polisi dan jaksa
3.Istilah yang digunakan
Perdata  :    yang mengajukan gugatan=== penggugat pihak lawannya/digugat ===== tergugat
Pidana   :    yang mengajukan perkara ke pengadilan ==== jaksa/penuntut umum pihak yang disangka === tersangka=== terdakwa===terpidana
4. Tugas hakim dalam beracara
Perdata :          mencari kebenaran formil ==== mencari kebenaran sesungguhnya yang didasarkan apa yang dikemukakan oleh para pihak dan tidak boleh melebihi dari itu. Pidana :mencari kebenaran materil ==== tidak terbatas apa saja yang telah dilakukan terdakwa melainkan lebih dari itu. Harus diselidiki sampai latar belakang perbuatan terdakwa. Hakim mencari kebenaran materil secara mutlak dan tuntas
5. Perdamaian
Perdata  :    dikenal adanya perdamaian
Pidana   :    tidak dikenal perdamaian[5]
6. Decissoire
Perdata :    ada sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan oleh satu pihak kepada pihak lawannya tentang kebenaran suatu peristiwa.
Pidana   :    tidak dikenal sumpah decissoire.
7. Hukuman
Perdata :    kewajiban untuk memenuhi prestasi (melakukan memberikan dan tidak melakukan sesuatu
Pidana   :    hukuman badan ( kurungan, penjara dan mati), denda dan hak.

Syarat dan isi gugatan dalam Perkara perdata
   Syarat gugatan
1.  Gugatan dalam bentuk tertulis.
2.  Diajukan oleh orang yang berkepentingan.
3.  Diajukan ke pengadilan yang berwenang
   Isi gugatan
     Pasal 8 BRv gugatan memuat :
1.  Identitas para pihak
2. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum petendi berisi tentang peristiwa dan hubungan hukum
3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan tuntutan subsider/tambahan

Pemeriksaan perkara
   Pengajuan gugatan
   Penetapan hari sidang dan pemanggilan
   Persidangan pertama : a. gugatan gugur b. verstek  c. Perdamaian
   Pembacaan gugatan
   Jawaban tergugat :  a. mengakui  b. membantah c. referte d. eksepsi: -materil -formil
   Rekonvensi                                                                                                                                                        Repliek dan dupliek                                                                                                                                 Intervensi                                                                                                           Pembuktian                                                                                                                                            Kesimpulan                                                                                                                                              Putusan Hakim

Teori Pembuktian                                                                                                                     Ada 3 teori pembuktian yaitu :   
1.  Pembuktian bebas : di mana tidak menghendaki adanya ketentuanketentuan yang mengikat hakim, sehingga penilaian pembuktian seberapa dapat diserahkan kepada hakim.
2. Pembuktian negatif : harus ada ketentuan-ketentuan yang mengikat hakim bersifat negatif, hakim terbatas sepanjang yang dibolehkan undang-undang.        
3.  Pembuktian positif: hakim diwajibkan melakukan segala tindakan dalam pembuktian kecuali yang dilarang dalam undang-undang.

Pengajuan gugatan                                                                                                                       1. Diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang.                                                 2. Diajukan secara tertulis atau lisan                                                                                                     3. Bayar preskot biaya perkara                                                                                                             4. Panitera mendaftarkan dalam buku register perkara dan memberi nomor perkara
5. Gugatan akan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri.                                                          6. Ketua pengadilan menetapkan majelis hakim.[6]












































DAFTAR PUSTAKA



Rudini, Hukum Perdata, http://rudini76ban.wordpress.com

Sugiharto, Pengantar Hukum Indonesia, http://usaidsugiharto.blogspot.com


[1]Sugiharto, Pengantar Hukum Indonesia, http://usaidsugiharto.blogspot.com diakses pada 2 Desember 2013
[2]Ibid.
[3]Rudini, Hukum Perdata, http://rudini76ban.wordpress.com diakses pada 2 Desember 2013
[4]Ibid.
[5]  Ibid.
[6]Ibid.

2 komentar:

  1. "Zapplerepair pengerjaan di tempat. Zapplerepair memberikan jasa service onsite home servis pengerjaan di tempat khusus untuk kota Jakarta, Bandung dan Surabaya dengan menaikan level servis ditambah free konsultasi untuk solusi di bidang data security, Networking dan performa yang cocok untuk kebutuhan anda dan sengat terjangkau di kantong" anda (http://onsite.znotebookrepair.com)
    TIPS DAN TRICK UNTUK PENGGUNA SMARTPHONE

    BalasHapus