Sabtu, 12 April 2014

HUKUM ACARA PERADILAN MILITER



Nama     : Neni Ajeng Arnita
Nim       : 201310110311081
Kelas      : B
Tugas     : 19

HUKUM ACARA PERADILAN MILITER
Perngertian[1]
Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara 
Badan yang termasuk ke dalam ruang lingkup peradilan militer adalah adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
          Oditurat merupakan badan pelaksana kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan di lingkungan Angkatan Bersenjata berdasarkan pelimpahan dari Panglima,yang hampir sama tugas dan fungsinya dengan lembaga kejaksaan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara.
          Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.
          Tempat kedudukan Pengadilan Militer Utama berada di Ibukota Negara Republik Indonesia yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.Nama, tempat kedudukan, dan daerah hukum pengadilan lainnya ditetapkan dengan Keputusan Panglima. Apabila perlu, Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar tempat kedudukannya. Apabila perlu, Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar daerah hukumnya atas izin Kepala Pengadilan Militer Utama.
          Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang dihadiri 1 (satu) orang Oditur Militer/ Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 (satu) orang Panitera.
          Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat pertama dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang dibantu 1 (satu) orang Panitera.Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer Utama bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat banding dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang dibantu 1 (satu) orang Panitera.
          Peradilan Militer di Indonesia dibentuk untuk pertama kalinya dengan dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1946. Kemudian terbit UU No.8 Tahun 1946 tentang peraturan hukum Acara Pidana pada Pengadilan Tentara, sebagai pengadilan yang khusus berlaku bagi militer.
Pada tahun 1948 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan / Kejaksaan dalam lingkungan Peradilan Ketentaraan.Sejak berlakunya Republik Indonesia Serikat pada tahun 1950, terjadi perubahan undang-undang tentang susunan dan kekuasaan kehakiman, dengan disyahkannya Undang-Undang Darurat No. 16 tahun 1950 menjadi Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan/Kejaksaan dalam Lingkungan Pengadilan Ketentaraan.Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya menjadi Ketua Pengadilan Tentara. Dan berdasarkan Undang-Undang No.6 tahun 1950 Jaksa Tentara dirangkap oleh Jaksa Sipil yang karena jabatannya bertugas sebagai pengusut, penuntut dan penyerah perkara.
Dalam keadaan yang tidak kondusif seiring dengan perkembangan politik pemerintahan lahirlah Undang-Undang No. 29 tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonmesia. Undang-undang ini merubah sistem dan hukumm acara peradilan Militer. Dalam pasal 35 tersebut menyatakan angkatan perang mempunyai peradilan tersendiri dan komando mempunyai hak penyerah perkara. Sebagai Implementasi pasal 35 Undang-Undang No.29 tahun 1954 lahirlah Undang-Undang No. 1 / Drt / 1958 tentang Hukum Acara Pidana Tentara dalam Undang-undang tersebut membatasi Jaksa dan Hakim umum di dalam penyelesaian perkara.[2]

Asas-asas Peradilan Militer
a.  Asas kesatuan komando,
          Dalam kehidupan militer dengan struktur organisasinya, seorang komandan mempunyai kedudukan sentral dan bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya. Oleh karena itu seorang komandan diberi wewenang penyerahan perkara dalam penyelesaian perkara pidana dan berkewajiban untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang diajukan oleh anak buahnya melalui upaya administrasi.Sesuai dengan asas kesatuan komando tersebut di atas, dalam Hukum Acara Pidana Militer tidak dikenal adanya pra peradilan dan pra penuntutan.Konsekuensinya adalah dalam Hukum Acara Pidana Militer dan Hukum Acara Tata Usaha Militer dikenal adanya lembaga ganti rugi dan rehabilitasi.
b.
  Asas komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya,
    Dalam tata kehidupan dan ciri-ciri organisasi Angkatan Bersenjata, komandan berfungsi sebagai pimpinan, guru, bapak, dan pelatih, sehingga seorang komandan harus bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya.Asas ini adalah merupakan kelanjutan dari asas kesatuan komando.
c.  Asas kepentingan militer,
          Untuk menyelenggarakan pertahanan dan keamanan negara, kepentingan militer diutamakan melebihi daripada kepentingan golongan dan perorangan. Namun, khusus dalam proses peradilan kepentingan militer selalu diseimbangkan dengan kepentingan hukum.[3]


Kekuasaan Kehakiman di Lingkugan Peradilan Militer
          Dilaksanakan oleh peradilan yang terdiri dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, Pengadilan Miiter Pertempuran.
1)  Ruang lingkup bagi Pengadilan Militer, merupakan pengadilan tingkat pertama bagi terdakwa dengan pangkat kapten ke bawah. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah pangkat Mayor sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah Kapten, panitera paling rendah Pelda paling tinggi Kapten.
2)  Pengadilan Militer Tinggi, merupakan pengadilan tingkat banding bagi terdakwa dengan pangkat Kapten ke bawah. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah pangkat Kolonel sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah pangkat Letnan Kolonel, panitera paling rendah pangkat Kapten paling tinggi Mayor. Pengadilan Militer Tinggi juga merupakan pengadilan tingkat pertama bagi terdakwa pangkat Mayor ke atas dan selain itu berfungsi sebagai Pengadilan tingkat pertama untuk perkara/masalah Tata Usaha Militer.
3)  Pengadilan Militer Utama merupakan pengadilan tingakat banding bagi terdakwa pangkat Mayor ke atas. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah Brigjen (bintang satu) sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah pangkat Kolonel, panitera paling rendahMayor paling tinggi Letkol. Selain itu Pengadilan  Militer  Utama  bersidang  untuk  memeriksa  dan memutuskan  perkara  sengketa  Tata  Usaha  Angkatan  Bersenjata pada tingkat banding.
4)   Pengadilan Militer Pertempuran,
merupakan pengadilan tingakat pertama dan terakhir. Dalam pengadilan militer pertempuran ini hanya ada kasasi dan peninjauan kembali dan kasasi di limpahkan ke MA.Hakim ketua dalam persidangan paling rendah pangat Letkol sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah Mayor.
Bagan tentang kekuasaan pengadilan Militer untuk kapten ke bawah :
1.
  Pidana, dibagi tiga:
a)    Pengadilan militer pada tingkat pertama
Þ Hakim ketua  pangkat mayor
Þ Hakim anggota dan oditur  kapten
ÞPanitera paling rendah pelda  kapten
b)   Pengadilan militer Tinggi pada tingkat pertama dan banding
Þ Hakim ketua colonel
Þ Hakim anggota dan oditur  letnal colonel
Þ Panitera paling rendah kapten paling tinggi mayor               
c)    Pengadilan milier pertempuran
Þ Hakim ketua letkol
Þ Hakim anggota dan oditur mayor
2.  Tata usaha negara, dibagi dua:
a)  Pengadilan militer tinggi
b)  Pengadilan militer utama[4]

Dasar Hukum[5]
          Amandemen UUD 1945 Pasal 30 ayat (2), (3) dan (4) pada intinya menempatkanfungsi pertahanan dan keamanan pada institusi yang berbeda. Amandemen ini merumuskan kembali kewenangan TNI dan POLRI.Sebagai konsekuensinya, Ketetapan No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan No. VII/MPR/2000 secara eksplisit memisahkan POLRI dari angkatan bersenjata (TNI), sekaligus menundukkan prajurit TNI dan anggota POLRI kepada hukum dan prosedur peradilan pidana umum.
Kedua Ketetapan MPR tersebut, serta UU No. 2 Tahun 2002 tentang KepolisianNegara Republik Indonesia dan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia, mengharuskan pembaruan hukum pidana dan hukum acara pidana untuk prajurit TNI dan anggota POLRI.1 Hal ini berarti ada keharusan untuk mengubah UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengatur tentang kewenangan pengadilan umum mengadili tindak kejahatan luar biasa/ pelanggaran berat HAM(extraordinary crimes) yang dilakukan oleh prajurit di peradilan umum.

Tentang Organisasi dan Struktur Peradilan Militer
1. Untuk menghindari pengaruh komando (command influence) Personil Korps hukum militer harus dimasukkan di bawah Babinkum, dengan memindahkan Babinkum ke bawah Departemen Pertahanan.
2. Fungsi-fungsi pembinaan personel militer serta pembinaan organisasi, prosedur, administrasi, dan finansial di lingkungan peradilan militer harus dilepaskan dari Mabes TNI dan diserahkan sepenuhnya kepada Departemen Pertahanan.
3. Dalam penanganan kasus, peradilan militer masih tetap di bawah Mahkamah Agung. Namun demikian di tingkat MA, Hakim Agung mesti berstatus sipil.

Tentang Masa Transisi
1. Dalam masa transisi harus dilakukan sosialisasi kepada prajurit TNI mengenai perlunya perubahan peradilan militer sebagai upaya untuk menjamin hak-hak mereka di muka hukum.
2. Harus segera disusun langkah-langkah persiapan bagi proses transisi perubahan yurisdiksi peradilan militer. Baik persiapan aparat peradilan umum untuk mengadili prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum, maupun persiapan prajurit TNI untuk diadili di peradilan umum ketika melakukan tindak pidana umum.
3. Masa transisi perubahan peradilan militer hendaknya tidak lebih dari 2 tahun dan memiliki tahapan serta target yang jelas dan terukur, sehingga dapat dikontrol oleh publik.

Tentang Teknis Peradilan Militer
Pemerintah harus segera menyusun Peraturan Pemerintah yang memperjelas dan membatasi kewenangan DKP terbatas pada soal tabiat Perwira. Tak kalah lebih penting, Peraturan Pemerintah ini harus pula secara tegas menjelaskan pengertian dan golongan perwira yang hendak diperiksa melalui DKP.
1. Kewenangan Ankum dan Papera harus dibatasi. Ankum dan Papera tidak boleh punya wewenang penuh dalam menentukan yurisdiksi pengadilan terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI.
2. peradilan militer harus mengadopsi mekanisme habeas corpus, yaitu mekanisme untuk mempertanyakan (complaint)sekaligus menguji sah tidaknya suatu tindakan penangkapan atau penahanan, serta mekanisme-mekanisme lain yang merupakan bentuk perlindungan terhadap hak-hak tersangka/terdakwa di lingkungan peradilan militer. Dengan adanya mekanisme-mekanisme tersebut hak asasi tersangka dan keluarganya dalam peradilan militer akan lebih terjamin dan terlindungi.
3. Struktur kekuasan pengadilan militer harus diubah, di mana Pengadilan militer adalah sebagai pengadilan tingkat pertama untuk semua prajurit yang melakukan tindak pidana militer, sedangkan Pengadilan Utama adalah pengadilan tingkat banding.[6]














DAFTAR PUSTAKA


Bimo Adi, Hukum Acara Peradilan Militer, http://bimoadiwicaksono.blogspot.com

Muhammad Rustamadji, Hukum Acara Peradilan Militer, http://mohammadrusta
maji.staff.hukum.uns.ac.id/

Patricia, Hukum Acara Peradilan Militer, http://patricia-seohyerim.blogspot.com

Rafiq, Hukum acara Peradilan Militer, http://kumpulan-makalahkita.blogspot.com/


[1]Patricia, Hukum Acara Peradilan Militer, http://patricia-seohyerim.blogspot.com diakses pada 15 Desember 2013
[2]Ibid.
[3] Rafiq, Hukum acara Peradilan Militer, http://kumpulan-makalahkita.blogspot.com/ diakses pada 15 Desember 2013
[4] Ibid.
[5]Muhammad Rustamadji, Hukum Acara Peradilan Militer, mohammadrustamaji.staff.hukum.uns.ac.id diakses pada 15 Desember 2013
[6] Bimo Adi, Hukum Acara Peradilan Militer, http://bimoadiwicaksono.blogspot.com diakses pada 15 Desember 2013

2 komentar:

  1. "Zapplerepair pengerjaan di tempat. Zapplerepair memberikan jasa service onsite home servis pengerjaan di tempat khusus untuk kota Jakarta, Bandung dan Surabaya dengan menaikan level servis ditambah free konsultasi untuk solusi di bidang data security, Networking dan performa yang cocok untuk kebutuhan anda dan sengat terjangkau di kantong" anda (http://onsite.znotebookrepair.com)
    TIPS DAN TRICK UNTUK PENGGUNA SMARTPHONE

    BalasHapus