Nama : Neni Ajeng Arnita
Nim : 201310110311081
Kelas : B
Tugas : 19
HUKUM ACARA PERADILAN MILITER
Perngertian[1]
Peradilan
militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan
bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan
penyelenggaraan pertahanan keamanan negara
Badan yang
termasuk ke dalam ruang lingkup peradilan militer adalah adalah badan yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan
Pengadilan Militer Pertempuran.
Oditurat merupakan badan pelaksana kekuasaan
pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan di lingkungan Angkatan
Bersenjata berdasarkan pelimpahan dari Panglima,yang hampir sama tugas dan
fungsinya dengan lembaga kejaksaan dengan memperhatikan kepentingan
penyelenggaraan pertahanan keamanan negara.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer
merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan
Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud berpuncak pada
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.
Tempat kedudukan Pengadilan Militer Utama berada di
Ibukota Negara Republik Indonesia yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia.Nama, tempat kedudukan, dan daerah hukum pengadilan
lainnya ditetapkan dengan Keputusan Panglima. Apabila perlu, Pengadilan Militer
dan Pengadilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar tempat kedudukannya. Apabila
perlu, Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar
daerah hukumnya atas izin Kepala Pengadilan Militer Utama.
Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi
bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama
dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang dihadiri
1 (satu) orang Oditur Militer/ Oditur Militer Tinggi dan dibantu 1 (satu) orang
Panitera.
Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa
dan memutus perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata pada tingkat
pertama dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang
dibantu 1 (satu) orang Panitera.Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan
Militer Utama bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat
banding dengan 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota yang
dibantu 1 (satu) orang Panitera.
Peradilan Militer di Indonesia dibentuk untuk pertama kalinya dengan dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1946. Kemudian terbit UU No.8 Tahun 1946 tentang peraturan hukum Acara Pidana pada Pengadilan Tentara, sebagai pengadilan yang khusus berlaku bagi militer.
Peradilan Militer di Indonesia dibentuk untuk pertama kalinya dengan dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1946. Kemudian terbit UU No.8 Tahun 1946 tentang peraturan hukum Acara Pidana pada Pengadilan Tentara, sebagai pengadilan yang khusus berlaku bagi militer.
Pada tahun
1948 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1948 tentang Susunan dan
Kekuasaan Pengadilan / Kejaksaan dalam lingkungan Peradilan Ketentaraan.Sejak
berlakunya Republik Indonesia Serikat pada tahun 1950, terjadi perubahan
undang-undang tentang susunan dan kekuasaan kehakiman, dengan disyahkannya
Undang-Undang Darurat No. 16 tahun 1950 menjadi Undang-Undang No.5 tahun 1950
tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan/Kejaksaan dalam Lingkungan Pengadilan
Ketentaraan.Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya menjadi Ketua Pengadilan
Tentara. Dan berdasarkan Undang-Undang No.6 tahun 1950 Jaksa Tentara dirangkap
oleh Jaksa Sipil yang karena jabatannya bertugas sebagai pengusut, penuntut dan
penyerah perkara.
Dalam
keadaan yang tidak kondusif seiring dengan perkembangan politik pemerintahan
lahirlah Undang-Undang No. 29 tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik
Indonmesia. Undang-undang ini merubah sistem dan hukumm acara peradilan
Militer. Dalam pasal 35 tersebut menyatakan angkatan perang mempunyai peradilan
tersendiri dan komando mempunyai hak penyerah perkara. Sebagai Implementasi
pasal 35 Undang-Undang No.29 tahun 1954 lahirlah Undang-Undang No. 1 / Drt /
1958 tentang Hukum Acara Pidana Tentara dalam Undang-undang tersebut membatasi
Jaksa dan Hakim umum di dalam penyelesaian perkara.[2]
Asas-asas Peradilan Militer
a. Asas kesatuan komando,
Dalam kehidupan militer dengan struktur
organisasinya, seorang komandan mempunyai kedudukan sentral dan bertanggung
jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya. Oleh karena itu seorang
komandan diberi wewenang penyerahan perkara dalam penyelesaian perkara pidana
dan berkewajiban untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata
yang diajukan oleh anak buahnya melalui upaya administrasi.Sesuai dengan asas
kesatuan komando tersebut di atas, dalam Hukum Acara Pidana Militer tidak
dikenal adanya pra peradilan dan pra penuntutan.Konsekuensinya adalah dalam
Hukum Acara Pidana Militer dan Hukum Acara Tata Usaha Militer dikenal adanya
lembaga ganti rugi dan rehabilitasi.
b. Asas komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya,
b. Asas komandan bertanggung jawab terhadap anak buahnya,
Dalam tata kehidupan dan ciri-ciri organisasi
Angkatan Bersenjata, komandan berfungsi sebagai pimpinan, guru, bapak, dan
pelatih, sehingga seorang komandan harus bertanggung jawab penuh terhadap
kesatuan dan anak buahnya.Asas ini adalah merupakan kelanjutan dari asas
kesatuan komando.
c. Asas kepentingan militer,
Untuk menyelenggarakan pertahanan dan
keamanan negara, kepentingan militer diutamakan melebihi daripada kepentingan
golongan dan perorangan. Namun, khusus dalam proses peradilan kepentingan militer
selalu diseimbangkan dengan kepentingan hukum.[3]
Kekuasaan
Kehakiman di Lingkugan Peradilan Militer
Dilaksanakan oleh peradilan yang terdiri dari Pengadilan
Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, Pengadilan Miiter
Pertempuran.
1) Ruang
lingkup bagi Pengadilan Militer, merupakan pengadilan tingkat pertama bagi
terdakwa dengan pangkat kapten ke bawah. Hakim ketua dalam persidangan paling
rendah pangkat Mayor sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah Kapten,
panitera paling rendah Pelda paling tinggi Kapten.
2) Pengadilan
Militer Tinggi, merupakan pengadilan tingkat banding bagi terdakwa dengan
pangkat Kapten ke bawah. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah pangkat
Kolonel sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah pangkat Letnan
Kolonel, panitera paling rendah pangkat Kapten paling tinggi Mayor. Pengadilan
Militer Tinggi juga merupakan pengadilan tingkat pertama bagi terdakwa pangkat
Mayor ke atas dan selain itu berfungsi sebagai Pengadilan tingkat pertama untuk
perkara/masalah Tata Usaha Militer.
3) Pengadilan
Militer Utama merupakan pengadilan tingakat banding bagi terdakwa pangkat Mayor
ke atas. Hakim ketua dalam persidangan paling rendah Brigjen (bintang satu)
sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah pangkat Kolonel, panitera
paling rendahMayor paling tinggi Letkol. Selain itu Pengadilan
Militer Utama bersidang untuk memeriksa dan memutuskan
perkara sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata
pada tingkat banding.
4) Pengadilan Militer Pertempuran,
merupakan pengadilan tingakat pertama dan
terakhir. Dalam pengadilan militer pertempuran ini hanya ada kasasi dan
peninjauan kembali dan kasasi di limpahkan ke MA.Hakim ketua dalam persidangan
paling rendah pangat Letkol sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah
Mayor.
Bagan tentang kekuasaan pengadilan Militer
untuk kapten ke bawah :
1. Pidana, dibagi tiga:
1. Pidana, dibagi tiga:
a) Pengadilan militer pada tingkat pertama
Þ Hakim ketua pangkat mayor
Þ Hakim anggota dan oditur kapten
ÞPanitera paling rendah pelda kapten
b) Pengadilan militer Tinggi pada tingkat pertama dan
banding
Þ Hakim ketua colonel
Þ Hakim anggota dan oditur letnal colonel
Þ Panitera paling rendah kapten paling tinggi
mayor
c) Pengadilan milier pertempuran
Þ Hakim ketua letkol
Þ Hakim anggota dan oditur mayor
2. Tata usaha negara, dibagi dua:
a) Pengadilan militer tinggi
b) Pengadilan militer utama[4]
Dasar
Hukum[5]
Amandemen UUD 1945 Pasal 30 ayat
(2), (3) dan (4) pada intinya menempatkanfungsi pertahanan dan keamanan pada institusi
yang berbeda. Amandemen ini merumuskan kembali kewenangan TNI dan POLRI.Sebagai
konsekuensinya, Ketetapan No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan No. VII/MPR/2000 secara
eksplisit memisahkan POLRI dari angkatan bersenjata (TNI), sekaligus
menundukkan prajurit TNI dan anggota POLRI kepada hukum dan prosedur peradilan
pidana umum.
Kedua Ketetapan MPR tersebut, serta
UU No. 2 Tahun 2002 tentang KepolisianNegara Republik Indonesia dan UU Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia, mengharuskan pembaruan
hukum pidana dan hukum acara pidana untuk prajurit TNI dan anggota POLRI.1 Hal
ini berarti ada keharusan untuk mengubah UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan
Militer. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengatur tentang
kewenangan pengadilan umum mengadili tindak kejahatan luar biasa/ pelanggaran
berat HAM(extraordinary crimes) yang dilakukan oleh prajurit di
peradilan umum.
Tentang
Organisasi dan Struktur Peradilan Militer
1. Untuk
menghindari pengaruh komando (command influence) Personil Korps hukum militer harus dimasukkan di bawah
Babinkum, dengan memindahkan Babinkum ke bawah Departemen Pertahanan.
2. Fungsi-fungsi
pembinaan personel militer serta
pembinaan organisasi, prosedur, administrasi, dan finansial di lingkungan peradilan militer harus dilepaskan
dari Mabes TNI dan diserahkan sepenuhnya kepada Departemen Pertahanan.
3. Dalam
penanganan kasus, peradilan militer
masih tetap di bawah Mahkamah Agung. Namun demikian di tingkat MA, Hakim Agung
mesti berstatus sipil.
Tentang Masa
Transisi
1. Dalam masa
transisi harus dilakukan sosialisasi kepada prajurit TNI mengenai perlunya
perubahan peradilan militer
sebagai upaya untuk menjamin hak-hak mereka di muka hukum.
2. Harus segera
disusun langkah-langkah persiapan bagi proses transisi perubahan yurisdiksi peradilan militer. Baik persiapan
aparat peradilan umum untuk mengadili prajurit TNI yang melakukan tindak pidana
umum, maupun persiapan prajurit TNI untuk diadili di peradilan umum ketika
melakukan tindak pidana umum.
3. Masa
transisi perubahan peradilan militer
hendaknya tidak lebih dari 2 tahun dan memiliki tahapan serta target yang jelas
dan terukur, sehingga dapat dikontrol oleh publik.
Tentang
Teknis Peradilan Militer
Pemerintah
harus segera menyusun Peraturan Pemerintah yang memperjelas dan membatasi
kewenangan DKP terbatas pada soal tabiat Perwira. Tak kalah lebih
penting, Peraturan Pemerintah ini harus pula secara tegas menjelaskan
pengertian dan golongan perwira yang hendak diperiksa melalui DKP.
1. Kewenangan
Ankum dan Papera harus dibatasi. Ankum dan Papera tidak boleh punya wewenang
penuh dalam menentukan yurisdiksi pengadilan terkait dengan tindak pidana yang
dilakukan oleh prajurit TNI.
2. peradilan militer harus mengadopsi mekanisme habeas corpus, yaitu mekanisme untuk
mempertanyakan (complaint)sekaligus menguji sah tidaknya suatu tindakan
penangkapan atau penahanan, serta mekanisme-mekanisme lain yang merupakan
bentuk perlindungan terhadap hak-hak tersangka/terdakwa di lingkungan peradilan militer. Dengan adanya
mekanisme-mekanisme tersebut hak asasi tersangka dan keluarganya dalam peradilan militer akan lebih terjamin
dan terlindungi.
3. Struktur
kekuasan pengadilan militer
harus diubah, di mana Pengadilan militer
adalah sebagai pengadilan tingkat pertama untuk semua prajurit yang melakukan
tindak pidana militer, sedangkan
Pengadilan Utama adalah pengadilan tingkat banding.[6]
DAFTAR PUSTAKA
Bimo
Adi, Hukum Acara Peradilan Militer, http://bimoadiwicaksono.blogspot.com
maji.staff.hukum.uns.ac.id/
Patricia,
Hukum Acara Peradilan Militer, http://patricia-seohyerim.blogspot.com
Rafiq, Hukum acara Peradilan Militer, http://kumpulan-makalahkita.blogspot.com/
[1]Patricia,
Hukum Acara Peradilan Militer, http://patricia-seohyerim.blogspot.com
diakses pada 15 Desember 2013
[2]Ibid.
[3]
Rafiq, Hukum acara Peradilan Militer, http://kumpulan-makalahkita.blogspot.com/
diakses pada 15 Desember 2013
[4]
Ibid.
[5]Muhammad
Rustamadji, Hukum Acara Peradilan Militer, mohammadrustamaji.staff.hukum.uns.ac.id
diakses pada 15 Desember 2013
[6]
Bimo Adi, Hukum Acara Peradilan Militer, http://bimoadiwicaksono.blogspot.com
diakses pada 15 Desember 2013
Halo admin dan pengunjung setia blog ini,, ^^
BalasHapusaku punya beberapa artikel catatan kuliah tentang proses peradilan, mungkin bisa sedikit membantu :) .. makasi ..
Prosedur Panggilan Dalam KUHAP
Tata Cara Pemanggilan
Bantuan Hukum
Contoh Surat Kuasa Khusus
Berita AcaraPemeriksaan Saksi - Tersangka
Pencabutan Keterangan BAP
Surat Penangguhan Penahanan
Surat Kuasa (Hukum Acara Pidana)
Panggilan sidang
Pembacaan Surat Dakwaan
Eksepsi (keberatan yang diajukan terdakwa)
Acara Pemeriksaan (Hukum Acara Pidana)
Pembacaan Surat Tuntutan/Requisitoir
Penjelasan Pledoi, Replik, Duplik Dalam KUHAP
Acara Pembacaan Putusan
Upaya Banding
Memori Banding Dan Kontra Memori Banding
Permintaan Pemeriksaan Kasasi
Putusan Kasasi Oleh Mahkamah Agung
Peninjauan Kembali / Heerzening.
"Zapplerepair pengerjaan di tempat. Zapplerepair memberikan jasa service onsite home servis pengerjaan di tempat khusus untuk kota Jakarta, Bandung dan Surabaya dengan menaikan level servis ditambah free konsultasi untuk solusi di bidang data security, Networking dan performa yang cocok untuk kebutuhan anda dan sengat terjangkau di kantong" anda (http://onsite.znotebookrepair.com)
BalasHapusTIPS DAN TRICK UNTUK PENGGUNA SMARTPHONE”