Nama :
NeniAjengArnita
Nim :
201310110311081
Kelas : B
Tugas : 12
HUKUM AGRARIA
PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS HUKUM
AGRARIA
Pengertian Hukum Agraria[1]
Istilah tanah
(agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasaslatinagre berarti tanah
atau sebidang tanah. agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau
tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian
selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA
mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas
tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari
hukum agrarian dalam arti luas yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah
yang mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja atau pertanian
Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan
kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai
bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam
yang terkandung didalamnya.
Devinisi hukum agraria
·
Mr. BoediHarsono
Ialah kaidah-kaidah hukum baik tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas
tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
·
Drs. E. Utrecht SH
Hukum agraria menguji hubungan hukum
istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi yang
bertugas mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas mereka.
·
Bachsan Mustafa SH
Hukum agrarian adalah himpunan peraturan
yang mengatur bagaimana seharusnya para pejabat pemerintah menjalankan tugas
dibidang keagrariaan.
Azas-azas hukum agrarian
·
Asas nasionalisme
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa
hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang
boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan
antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun
keturunan.
·
Asas dikuasai oleh Negara
Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi
dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat
1 UUPA)
·
Asas hukum adat yang disaneer
Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai
dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi
negatifnya
·
Asas fungsi social
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan
hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6
UUPA)
·
Asas kebangsaan atau (demokrasi)
Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa
stiap WNI baik asli maupun keturunan berhak memilik hak atas tanah
·
Asas non diskriminasi (tanpa
pembedaan)
Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria
(UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame WNI baik asli maupun keturunanasing
jadi asas ini tidak membedakan-bedakan keturunan-keturunan anak artinya bahwa
setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.
·
Asas gotong royong
Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan
agrarian didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional,
dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara
dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam
lapangan agraria (pasal 12 UUPA)
·
Asas unifikasi
Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang
diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti hanya satu hukum agraria yang
berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.
·
Asas pemisahan horizontal (horizontalescheidingsbeginsel)
Yaitu suatu asas yang memisahkan antara
pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada
diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticalescheidingsbeginsel
) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa yang melekat
pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap
menjadi satu dengan benda iuartnyadalasas ini tidak ada pemisahan antara
pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada
diatasnya.[2]
1. Masa berlakunya Hukum Agrarian[3]
a. Hukum Agraria Kolonial
Hukum
agraria ini berlaku sebelumIndonesia merdeka bahkan berlaku sebelumdi
undangkannya UUPA, yaitu tanggal 24september 1960.
b. Hukum Agraria Nasional
Hukum agraria ini berlaku setelah diundangkannya UUPA, yaitu tanggal
24september 1960.
2. Ciri-ciri hukum agraria colonial
Ciri-ciri terdapat pada hukum agraria kolonialdimuat dalam konsideran bab “menimbang”hurufb,c,dan d UUPA dan penjelasan
umum angka 1UUPA, yaitu:
a. Hukum yang berlaku sekarang ini sebagian tersusunberdasarkan tujuan dan sendi-sendi daripemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhiolehnya, hingga bertentangan dengan kepentinganrakyat dan negara didalam
menyelesaikan revolusinasional sekarang ini serta
pembangunan semesta
b. Hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualismdengan
berlakunya hukum adat, disamping hukumagraria yang didasarkan hukum
barat
c. Bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak
menjamin kepastian hukum,
3. Hukum agraria sebelum merdeka disusun berdasarkan
tujuandan sendi-sendi pemerintah
kolonial Belanda.[4]
a. Pada masa terbentuknya VOC
(1602-1799)VOC didirikan sebagai badan perdagangandengan maksud untukmenghindari/mencegah persaingan
antarapedagang Belanda, mendapatkan monopolidi Asia
Selatan, membeli murah danmenjual mahal hasil rempah-rempahsehingga memperoleh keuntungan
yangsebesar-besarnya.
b. Kebijakan politik pertanian sangat menindasrakyat
Indonesia yang di tetapkan oleh VOC:
1) Contingenten
Pajak atas
hasil tanah pertanian harus diserahkan kepadapenguasa
kolonial (kompeni). Petani harus menyerahkansebagian dari hasil pertaniannya kepada kompeni
tanpadibayar seperserpun
2) Verplictheleverante
Suatu bentuk ketentuan yang diputuskan
kompeni denganpara raja
tentang kewajiban menyerahkan hasil panendengan pembayaranya yang harganya juga
sudah ditetapkansepihak
3) Roerendiensten
Kebijakan
ini dikenal dengan kerja rodi yang dibebankankepada rakyat Indonesia yang tidak
mempunyai pekerjaan.
4) Masa pemerintahan GubernurHerman Willem Daendles
(1800-1811)
Kebijaksanaan
yang ditetapkan olehGubernur Herman Willem Daendlesadalah menjual tanah-tanah
rakyatIndonesia kepada orang-orangcina, Arab maupun bangsa
Belandasendiri.Tanah-tanah yang dijual itu dikenaldengan sebutan tanah
patikelir
5) Masa pemerintahan Gubernur Thomas Stamfordraffles
(1811-1816)
Kebijakan
yang ditetapkan oleh Gubernur Thomasstamford raffles adalah Landrent atau pajak
tanah.
a) Kekuasaan tanah telah berpindah dari tanah milikraja (
daerahswapraja di Jawa) kepada pemerintahInggris
b) Akibat hukumnya adalah hak pemilikan atas
tanahtersebut beralih kepada raja Inggris
c) Tanah yang dikuasai bukan miliknya, melainkan
milikraja Inggris
d) Rakyat wajib membayar pajak tanah kepada rajaInggris.
4. Ketentuan Yang Berkaitan DenganLandrent
a. Landrent tidak langsung dibebankan kepadapara petani
pemilik tanah tetapi ditugaskankepada kepala desa. Para kepala desa diberikekuasaan untuk menetapkan jumlah sewayang wajib dibayar oleh tiap petani
b. Kepala desa diberi kekuasaan
penuh untukmengadakan
perubahan pada pemilikantanah oleh para petani
c. Praktek landrentmenjukirbalikkan hukumyang mengatur
pemilikan tanah rakyatsebagai akibat besarnya kekuasaan kepaladesa
d. Masa pemerintahan gubernur Johanes van denBosch
Pada
tahun 1830 Gubernur Johanes van den Boschmenetapkan kebijakan pertanahan
yang dikenaldengan
sistem tanam paksa atau culturstesel
1) Para petani dipaksa menanam satu
jenis tanamantertentu
yang langsung maupun tidak langsungdibutukan oleh pasar Internasional
2) Hasil pertanian diserahkan kepada
pemerintahcolonial
3) Rakyat yang tidak mempunyai tanah pertanian wajibmenyerahkan
tenaganya yaitu seperlima bagi masakerjanya atau 66 hari untuk waktu
satu tahun.[5]
Hukum Agraria Dalam Tata Hukum Indonesia[6]
Menurut
UUPADengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (UUPA) yang bertujuan:
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum
agraria nasional
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan
3. Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian
hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat.
Berdasarkan tujuan pembentukan UUPA
tersebut maka seharusnyalah kaidah-kaidah hukum agraria dibicarakan oleh suatu
cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri, yaitu cabang ilmu hukum agraria.
Menurut Prof Suhardi, bahwa untuk dapat menjadi suatu cabang ilmu harus
memenuhi persyaratan ilmiah yaitu:
1. Persyaratan obyek materiil
1. Persyaratan obyek materiil
Yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya.
2. Persyaratan obyek formal
2. Persyaratan obyek formal
Yaitu UUPA sebagai pedoman atau dasar dalam
penyusunan hukum agraria nasional
Berdirinya cabang ilmu hukum agraria
kiranya menjadi sebuah tuntutan atau keharusan, karena:
1. Persoalan agraria mempunyai arti penting bagi bangsa dan negara agraris.
2. Dengan adanya kesatuan/kebulatan, akan memudahkan bagi semua pihak untuk mempelajarainya.Disamping masalah agraria yang mempunyai sifat religius,
1. Persoalan agraria mempunyai arti penting bagi bangsa dan negara agraris.
2. Dengan adanya kesatuan/kebulatan, akan memudahkan bagi semua pihak untuk mempelajarainya.Disamping masalah agraria yang mempunyai sifat religius,
masalah tanah adalah soal masyarakat bukan
persoalan perseorangan.
Landasan Hukum Agraria
Landasan
Hukum Agraria islah ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 45 merupakan sumber hukum
materiil dalam pembinaan hukum agraria nasional.
Hubungan Pasal 33 (3) UUD 45 dengan UUPA:
1. Dimuat dalam Konsideran UUPA, Pasal 33 (3)
dijadikan dasar hukum bagi pembentukan UUPA dan merupakan sumber hukum
(materiil) bagi pengaturannya.
“bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong”
“bahwa hukum agraria tersebut harus pula merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Manifesto Politik Republik Indonesia, sebagai yang ditegaskan dalam pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan Negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong”
2. Dalam penjelasan UUPA angka 1. “hukum agraria
nasional harus mewujudkan penjelmaan dari pada azas kerokhanian, Negara dan
cita-cita Bangsa, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan,
Kerakyatan dan Keadilan Sosial serta khususnya harus merupakan pelaksanaan dari
pada ketentuan dalam pasal 33 Undang-undang Dasar dan Garis-garis besar dari
pada haluan Negara….”
Pengaturan keagrariaan atau pertanahan
dalam UUPA yaitu untuk mengatur pemilikan dan memimpin penggunaannya, harus
merupakan perwujudan dan pengamalan dasar negara pancasila dan merupakan
pelaksanaan dari UUD 45 dan GBHN.Bahwa UUPA harus meletakkan dasar bagi hukum
agraria nasional yang akan dapat membawa kemakmuran, kebahagiaan, keadilan
serta kepastian hukum bagi bangsa dan negara.[7]
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar