Nama :
NeniAjengArnita
NIM :
201310110311081
Kelas : B
Tugas ke : 20
HUKUM
ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
1. Peristilahan
atau pengertian Hukum Acara MK
MK adalah lembaga yang menyelenggarakan peradilan
konstitusi sehingga sering disebut sebagai Pengadilan Konstitusi
(constitutional court). Hal itu juga tercermin dari dua hal lain. Pertama,
perkara-perkara yang menjadi wewenang MK adalah perkara-perkara konstitusional,
yaitu perkara yang menyangkut konsistensi pelaksanaan norma-norma konstitusi.
Kedua, sebagai konsekuensinya, dasar utama yang digunakan oleh MK dalam
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara adalah konstitusi itu sendiri.
Walaupun terdapat ketentuan undang-undang yang berlaku dan mengatur bagaimana
MK menjalankan wewenangnya, jika undang-undang tersebut bertentangan dengan
konstitusi MK dapat mengesampingkan atau bahkan membatalkannya jika dimohonkan.
Hukum Acara MK adalah hukum formil yang berfungsi untuk
menegakkan hukum materiilnya, yaitu bagian dari hukum konstitusi yang menjadi
wewenang MK. Oleh karena itu keberadaan Hukum Acara MK dapat disejajarkan
dengan Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, dan Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara. Hukum Acara MK memiliki karakteristik khusus, karena hukum
materiil yang hendak ditegakkan tidak merujuk pada undang-undang atau kitab
undang-undang tertentu, melainkan konstitusi sebagai hukum dasar sistem hukum
itu sendiri.
Oleh karena itu Hukum Acara MK meliputi Hukum Acara
Pengujian Undang-Undang, Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum, Hukum Acara
Sengketa Kewenangan Lembaga Negara, Hukum Acara Pembubaran Partai Politik, dan
Hukum Acara Memutus Pendapat DPR mengenai Dugaan Pelanggaran Hukum Presiden
dan/atau Wakil Presiden.[1]
2. Sejarah
Mahkamah Konstitusi
Sejarah berdirinya
lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK (Constitutional Court)
dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2),
Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang
disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu
perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.
Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu
pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk
sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil
Perubahan Keempat.DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang
mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan
Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu
(Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).Dua hari
kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden
Nomor 147/M Tahun 2003 hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan
dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada
tanggal 16 Agustus 2003.Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan
perkara dari MA ke MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai
beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut
ketentuan UUD 1945.
3. Asas
–Asas hukum Acara MK
Mahkamah
Konstitusi dalam rangka menjalankan kewenangannya sebagai salah satu pemegang
kekuasaan kehakiman memiliki panduan dalam menjalankan persidangan.Panduan
tersebut berupa asas-asas hukum yang digunakan sebagai pegangan bagi para hakim
dalam menjalankan tugasnya mengawal konstitusi. Asas tersebut meliputi:
a. Persidangan
Terbuka untuk Umum
Pasal
19 Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa
pengadilan terbuka untuk umum kecuali undang-undang menentukan lain. Hal ini
juga berlaku bagi persidangan pengujian undang-undang.Dalam Pasal 40 ayat (1)
UU MK menyatakan bahwa persdiangan terbuka untuk umum, kecuali rapat
permusyawaratan hakim.Persidangan yang terbuka merupakan sarana pengawasan
secara langsung oleh rakyat.Rakyat dapat menilai kinerja para hakim dalam
memutus sengketa konstitusional.[2]
b.
Independen dan Imparsial
MK
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman yang bersifat mandiri dan merdeka.Sifat
mandiri dan merdeka berkaitan dengan sikap imparsial (tidak memihak).Sikap
independen dan imparsial yang harus dimiliki hakim bertujuan agar menciptakan
peradilan yang netral dan bebas dari campur tangan pihak manapun. Sekaligus
sebagai upaya pengawasan terhadap cabang kekuasaan lain. Selain itu hakim MK
juga menjunjung tinggi konstitusi sebagai bagian dalam sengketa pengujian
undang-undang.Apabila hakim tidak dapat menempatkan dirinya secara imbang
merupakan penodaan terhadap konstitusi.
c. Peradilan
Cepat, Sederhana, dan Murah
Pasal
4 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan bahwa peradilan harus
dilaksanakan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan.Dalam prakteknya MK
membuat terobosan besar dengan menyediakan sarana sidang jarak jauh melalui
fasilitas video conferrence.Hal ini merupakan bagian dari upaya MK mewujudkan
persidangan yang efisien.
d.
Putusan bersifat ErgaOmnes
Berbeda
dengan peradilan di MA yang bersifat inter partes artinya hanya mengikat para
pihak bersengketa dan lingkupnya merupakan peradilan umum. Pengujian
undang-undang di MK merupakan peradilan pada ranah hukum publik.Sifat peradilam
di MK adalah ergaomnes yang mempunyai kekuatan mengikat.Dengan demikian putusan
pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang
bersengketa.
e. Hak
Untuk Didengar Secara Seimbang (Audi Et AlteramPartem)
Dalam
berperkara semua pihak baik pemohon atau termohon beserta penasihat hukum yang
ditunjuk berhak menyatakan pendapatnya di muka persidangan. Setiap pihak
mempunyai kesempatan yang sama dalam hal mengajukan pembuktian guna menguatkan
dalil masing-masing.
f. Hakim
Aktif dan Pasif dalam Persidangan
Karakteristik
peradilan konstitusi adalah kental dengan kepentingan umum ketimbang
kepentingan perorangan. Sehingga proses persidangan tidak dapat digantungkan
melulu pada inisiatif para pihak. Mekanisme constitutional control harus
digerakkan pemohon dengan satu permohonan dan dan dalam hal demikian hakim
bersifat pasif dan tidak boleh aktif melakukan inisiatif untuk melakukan
pengujian tanpa permohonan.
g. Ius
Curia Novit
Pasal
16 UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan pengadilan tidak boleh menolak memeriksa,
mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih tidak ada dasar
hukumnya atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.Dengan demikian pengadilan dianggap mengetahui hukum. Asas ini
ditafsirkan secara luas sehingga mengarahkan hakim pada proses penemuan hukum
(rechtsvinding) untuk menemukan keadilan.
4. Kekhususan
Hukum Acara MK
Sesuai dengan sifat perkara yang termasuk dalam wewenang
peradilan MK, terdapat karakteristik khusus peradilan MK yang berbeda dengan
peradilan yang lain. Karakteristik utama yaitu dasar hukum utama yang digunakan
dalam proses peradilan baik terkait dengan substansi perkara maupun hukum acara
adalah konstitusi itu sendiri, yaitu UUD 1945. Walaupun terdapat berbagai
ketentuan undang-undang dan PMK sebagai dasar memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara, namun ketentuan tersebut digunakan sepanjang dinilai tidak
bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini tidak terlepas dari sifat wewenang MK
yang pada hakikatnya adalah mengadili perkara-perkara konstitusional.
Wewenang MK memutus pengujian undang-undang, adalah
menguji konstitusionalitas suatu undang-undang. Wewenang memutus sengketa
kewenangan lembaga negara pada hakikatnya adalah memutus kewenangan suatu
lembaga negara yang dipersengketakan konstitusionalitasnya. Wewenang memutus
pembubaran partai politik adalah wewenang memutus konstitusionalitas suatu
partai politik. Demikian pula halnya dengan wewenang memutus pendapat DPR dalam
proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Diambil
dari Buku Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Penerbit: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia Jakarta, 2010 Bekerjasama dengan Asosiasi
Pengajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi.[3]
5. Fungsi Mahkamah Konstitusi
Sebagaimana juga
dengan lembaga peradilan lainnya, Mahkamah Konstitusi memiliki fungsinya
sendiri .dalam konteks ini fungsi Mahkamah konstitusi adalah sebagai
berikut:
- Pengawal konstitusi (the guardian of the constitution);
- Penafsir final konstitusi (the final interpreter of the constitution);
- Pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights);
- Pelindung hak konstitutional warga negara (the protector of the citizen’sconstitutional rights);
- Pelindung demokrasi (the protector of democracy)
6. Sumber Hukum Acara MK
Dalam mewujudkan
fungsinya itu pada dasarnya terimplementasi dalam proses peradilan yang menjadi
wewenang Mahkamah Konstitusi. Sebagai sebuah lembaga peradilan, maka tentu
proses peradilan di Mahkamah Konstitusi diatur dalam suatu hukum acara dan yang
menjadi sumber hukum dari hukum acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
adalah sebagai berikut:
- UUD 1945
- UU NO. 24 TAHUN 2003 (dan UU terkait);
- PMK-PMK
- PUTUSAN MK
- Konvensi/Perjanjian Internasion• PMK Nomor 006/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
- PMK Nomor 008/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.
- PMK Nomor 15/PMK/2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.
- PMK Nomor 16/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- PMK Nomor 17/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden.
- PMK Nomor 18/PMK/2009 tentang Pedoman Pengajuan Permohonan Elektronik (Electronic Filing) Dan Pemeriksaan Persidangan Jarak Jauh (Video Conference).
- PMK Nomor 19/PMK/2009 tentang Tata Tertib Persidangan.
·
PMK Nomor
21/PMK/2009 tentang Pedoman Beracara Dalam memutus pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.[4]
7. Wewenang MK
Memahami sumber-sumber
hukum acara Mahkamah Konstitusi di atas, maka tampak sejumlah ketentuan
yang menjadi sumber hukum acara pada Mahkamah Konstitusi yang meangacu pada
kewenanga mengadili dari Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi
berwenang memutus
- Pengujian UU terhadap UUD;
- Sengketa Kewenangan Konstitusional Antar Lembaga Negara;
- Perselisihan Hasil Pemilu;
- Pembubaran Partai Politik;
- Pendapat DPR mengenai Pelanggaran Hukum Presiden dan/atau Wapres.
Dari
setiap kewenangan mengadili yang dimiliki Mahkamah Konstitusi itu terdapat
kekhususannya hukum acaranya masing-masing.
8.
Peraturan Mahkamah Konstitusi RI[5]
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 21/PMK/2009
Pedoman beracara dalam memutus pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 19/PMK/2009
Tata Tertib Persidangan
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 18/PMK/2009
Pedoman Pengajuan
Permohonan Elektronik (Electronic Filing) Dan Pemeriksaan Persidangan
Jarak Jauh (Video Conference)
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 17/PMK/2009
Pedoman Beracara Dalam Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum presiden Dan Wakil Presiden
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 16/PMK/2009
Pedoman Beracara Dalam Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 15/PMK/2008
Pedoman BeracaraDalam Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum Kepala Daerah
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 14/PMK/2008
Pedoman Beracara Dalam Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 12/PMK/2008
Tentang Prosedur Beracara
Partai Politik
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 11/PMK/2006
Tentang Pedoman Administrsiyustisial
mahkamah Konstitusi
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 08/PMK/2006
Tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa
Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 07/PMK/2005
Tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik
dan Perilaku Hakim Konstitusi
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 06/PMK/2005
Tentang Pedoman Beracara dalam Perkara
Pengujian Undang-Undang
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 05/PMK/2004
Tentang Prosedur Pengajuan Keberatan
atas Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 04/PMK/2004
Tentang Pedoman Beracara dalam
Persidangan Hasil Pemilihan Umum
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 03/PMK/2003
Tentang Tata Tertib Persidangan pada
Mahkamah Konstitusi
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 02/PMK/2003
Tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah
Laku
·
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 001/PMK/2003
Tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi
9. Undang
– Undang tentang MK
- Pasal 28 – Pasal 49: Ketentuan hukum acara yang bersifat umum
- Pasal 50 – Pasal 60 untuk Pengujian Undang-undang
- Pasal 61 – Pasal 67 untuk Sengketa Kewenangan Lembaga Negara
- Pasal 68 – Pasal 73 untuk Pembubaran Partai Politik
- Pasal 74 – Pasal 79 untuk Perselisihan Hasil Pemilu
- Pasal 80 – Pasal 85 untuk Pendapat DPR (Ps. 7B UUD)
10. Pengajuan Permohonan
atau Gugatan.[6]
Dalam PERMA No. 1
Tahun 1999 disebutkan bahwa pengajuan judicial review dapat dilakukan baik
melalui gugatan mapun permohonan. Sedangkan dalam PERMA No. 2 Tahun 2002 untuk
berbagai kewenangan yang dimiliki oleh MK (dan dijalankan oleh MA hingga
terbentuknya MK) tidak disebutkan pembedaan yang jelas untuk perkara apa harus
dilakukan melalui gugatan dan perkara apa yang dapat dilakukan melalui
permohonan, atau dapat dilakukan melalui dua cara tersebut. Akibatnya dalam
prakteknya terjadi kebingungan mengingat tidak diatur pembedaan yang cukup
signifikan dalam dua terminologi ini.
PERMA No. 1 tahun 1999
mengatur batas waktu 180 hari suatu putusan dapat diajukan judicial review.
Sedangkan dalam PERMA No. 2 tahun 2002, jangka waktu untuk mengajukan judicial
review hanyalah 90 hari. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pembatasan ini
menimbulkan permasalahan mengingat produk hukum yang potensial bermasalah
adalah produk hukum pada masa orde baru dan masa transisi.Selain itu pembatasan
waktu ini juga menafikan kesadaran hukum masyarakat yang tidak tetap dan
dinamis.
11. Alasan Mengajukan
Judicial Review.
Baik dalam Amandemen
ke III UUD 1945 tentang wewenang MK dan MA atas hak uji materiil, yang kemudian
dituangkan lebih lanjut sebelum keberadaan MK melalui PERMA No. 2 Tahun 2002,
maupun dalam PERMA No. 1 Tahun 1999 tidak disebutkan alasan yang jelas untuk
dapat mengajukan permohonan/gugatan judicial review. Dalam PERMA hanya
disebutkan bahwa MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang atau dalam hal pengajuan keberatan adalah
alasan dugaan peraturan tersebut bertentangan dengan undang-undang yang lebih
tinggi.Sedangkan Amandemen hanya menyebutkan obyek judicial review saja dan
siapa yang berwenang memutus.
Namun pada umumnya
beberapa alasan yang dapat dijadikan alasan untuk pengajuan judicial review
adalah sebagai berikut :
- Bertentangan dengan UUD atau peraturan lain yang lebih tinggi.
- Dikeluarkan oleh institusi yang tidak bewenang untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
- Adanya kesalahan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
- Terdapat perbedaan penafsiran terhadap suatu peraturan perundang-undangan.
- Terdapat ambiguitas atau keraguraguan dalam penerapan suatu dasar hukum yang perlu diklarifikasi
12. Pihak yang Berhak
Mengajukan Judicial Review.
Dalam PERMA No. 1
Tahun 1999 tentang Hak Uji Materiil disebutkan bahwa Penggugat atau Pemohon
adalah badan hukum, kelompok masyarakat. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut
badan hukum atau kelompok masyarakat yang dimaksud dalam PERMA ini seperti apa.
Yang seharusnya dapat menjadi pihak (memiliki legal standing) dalam mengajukan
permintaan pengujian UU adalah mereka yang memiliki kepentingan langsung dan
mereka yang memiliki kepentingan yang tidak langsung.Rasionya karena sebenarnya
UU mengikat semua orang.
Jadi sebenarnya semua
orang “harus” dianggap berkepentingan atau punya potensi berkepentingan atau
suatu UU. Namun bila semua orang punya hak yang sama, ada potensi
penyalahgunaan hak yang akhirnya dapat merugikan hak orang lain. Namun karena
pengajuan perkara dapat dilakukan oleh individu maka sangat mungkin dampaknya
adalah pada menumpuknya jumlah perkara yang masuk.
13. Putusan dan Eksekusi Putusan.[7]
Dalam PERMA No. 1
Tahun 1999 disebutkan bahwa bila dalam 90 hari setelah putusan diberikan pada
tergugat atau kepada Badan/Pejabat TUN, dan mereka tidak melaksanakan
kewajibannya, maka peraturan perundang-undangan yang dimaksud batal demi hukum.
Putusan dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum, putusan yang sudah diambil
mengikat.
Kurang lebih ada dua
alternatif yang dapat ditawarkan untuk perbaikan di kemudian hari, yaitu :
Alternatif pertama, segala peraturan atau kelengkapan dari peraturan yang
diputuskan tidak konstitusional kehilangan pengaruhnya sejak hari dimana
putusan tersebut dibuat. Dengan catatan peraturan atau kelengkapan darinya
sehubungan dengan hukum pidana kehilangan pengaruhnya secara retroaktif.Dalam
hal demikian maka dimungkinkan dibuka kembali persidangan mengingat tuduhan
didasarkan pada peraturan yang dianggap inkonstitusional; Alternatif kedua,
dapat diberikan kewenangan bagi MA ataupun MK (nantinya) untuk memutus dampak
atas masing-masing putusan apakah berdampak pada peraturan yang timbul sejak
pencabutan dilakukan (ex nunc) atau berdampak retroaktif (ex tunc).
Dalam hal pencabutan
putusan secara extunc, complaint individu terhadap suatu peraturan yang
bersangkutan harus memiliki dampak umum (ergaomnes), karena landasan hukum
suatu putusan pengadilan atau penetapan administrative telah dinyatakan batal
demi hukum atau dalam proses pembatalan. Dengan demikian peraturan yang berlaku
individu yang didasarkan pada landasan hukum yang serupa juga menjadi tidak
berlaku.
Di sini prinsip jaminan terhadap individu di satu sisi dan prinsip
kepastian hukum di sisi lain harus berjalan seimbang. Setidaknya putusan dalam
perkara kriminal harus dapat dibuka kembali oleh peradilan biasa dengan
berdasarkan adanya pembatalan dari norma hukum pidana yang menjadi dasar dari
putusan tersebut.
14. Dasar
Hukum Acara MK R.I
- Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (Pasal 7 B dan 24C)
- Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Pasal 28 sampai engan Pasal 85);
- Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK)
- dalam praktik
DAFTAR
PUSTAKA
Adhi Suriyadi, Sekilas Tentang Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi,http://suriyadiadhi.blogspot.com
DhikiKurnia, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, http://dhikikurnia.blogspot.com
Fatahilla, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,http://farahilla.blogspot.com
Susi Anidina, Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi,http://susianidina.blogspot.com
Zoel,
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,http://vjkeybot.wordpress.com
![]() |
[1]
Adhi Suriyadi, Sekilas Tentang Hukum
Acara Mahkamah Konstitusi,http://suriyadiadhi.blogspot.com,
access 23 Desember 2013
[2]Fatahilla, Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi,http://farahilla.blogspot.com, access 23 Desember 2013
[3]Wardhania
Ayu, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,http://wardhaniaayuu.wordpress.com, access 23
Desember 2013
[4]Yeremia,
Cacatan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,
http://yeremiaindonesia.wordpress.com,
access 23 Desember 2013
[6]DhikiKurnia, Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi, http://dhikikurnia.blogspot.com, access 23 Desember 2013
[7] Ibid.
"Zapplerepair pengerjaan di tempat. Zapplerepair memberikan jasa service onsite home servis pengerjaan di tempat khusus untuk kota Jakarta, Bandung dan Surabaya dengan menaikan level servis ditambah free konsultasi untuk solusi di bidang data security, Networking dan performa yang cocok untuk kebutuhan anda dan sengat terjangkau di kantong" anda (http://onsite.znotebookrepair.com)
BalasHapusTIPS DAN TRICK UNTUK PENGGUNA SMARTPHONE”
tulisannya bagus
BalasHapus===Agens128 Bandar Judi Online===
BalasHapusPakai Pulsa Tanpa Potongan
Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
Game Populer:
=>>Sabung Ayam S1288, SV388
=>>Sportsbook,
=>>Casino Online,
=>>Togel Online,
=>>Bola Tangkas
=>>Slots Games, Tembak Ikan
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
|| Online Membantu 24 Jam
|| 100% Bebas dari BOT
|| Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA
WhastApp : 0852-2255-5128
Agens128 Agens128
Dapatkan Bonus Angpao Tanpa Deposit Edisi Imlek 2021... Join Disini Sekarang Kumpulan Berbagai Macam Permainan Taruhan Online Terbaik, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda dan Bonus Berlimpah.
BalasHapus